JANGAN MERAYAKAN MAULUD NABI !!! Perayaan Maulud Nabi Dianggap sesat dan dilarang Di Arab Saudi (Para Ulama Arab Saudi Membenci perayaan Maulid Nabi)
Berikut ini kutipan dari artikel tulisan Ustadz Sufyan bin Fuad Baswedan, Lc. (Mahasiswa Pasca Sarjana, Fakultas Hadits & Dirosah Islamiyyah, Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia) yang ada di situs www.muslim.or.id
sumber: http://muslim.or.id/manhaj-salaf/ensiklopedia-maulid-nabi-2-antara-cinta-rasul-perayaan-maulid.html
Sebenarnya adakah kaitan antara cinta Rasul dan perayaan maulid, alias hari kelahiran beliau? Pertanyaan ini mungkin terdengar aneh bagi mereka yang kerap merayakannya. Bagaimana tidak, sedang disana dibacakan sejarah hidup beliau, diiringi dengan syair-syair pujian dalam bahasa Arab untuk beliau (yang dikenal dengan nama burdah), yang kesemuanya tak lain demi mengenang jasa beliau dan memupuk cinta kita kepadanya…?
Dalam sebuah muktamar negara-negara Islam sedunia, salah seorang dai kondang dari Saudi yang bernama Dr. Said bin Misfir Al Qahthani, berjumpa dengan seorang tokoh Islam (syaikh) dari negara tetangga. Melihat pakaiannya yang khas ala Saudi, Syaikh tadi memulai pembicaraan (Sebagaimana yang dituturkan sendiri oleh Dr. Said Al Qahthani ketika berkunjung ke kampus kami, Universitas Islam Madinah dan memberikan ceramah di sana.):
Syaikh: “Assalaamu ‘alaikum…”
Dr. Said: “Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabaraatuh…”
Syaikh: “Nampaknya Anda dari Saudi ya?”
Dr. Said: “Ya, benar.”
Syaikh: “Oo, kalau begitu Anda termasuk mereka yang tidak cinta kepada Rasul…!”
(kaget bukan kepalang dengan ucapan Syaikh ini, ia berusaha menahan emosinya sembari bertanya):
Dr. Said: “Lho, mengapa bisa demikian?”
Syaikh: “Ya, sebab seluruh negara di dunia merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali negara Anda; Saudi Arabia… ini bukti bahwa kalian orang-orang Saudi tidak mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Dr. Said: “Demi Allah… tidak ada satu hal pun yang menghalangi kami dari merayakan maulid Beliau, kecuali karena kecintaan kami kepadanya!”
Syaikh: “Bagaimana bisa begitu??”
Dr. Said: “Anda bersedia diajak diskusi…?”
Syaikh: “Ya, silakan saja..”
Dr. Said: “Menurut Anda, perayaan Maulid merupakan ibadah ataukah maksiat?”
Syaikh: “Ibadah tentunya!” (dengan nada yakin).
Dr. Said: “Baik… apakah ibadah ini diketahui oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, ataukah tidak?”
Syaikh: “Tentu beliau tahu akan hal ini!”
Dr. Said: “Jika beliau tahu akan hal ini, lantas beliau sembunyikan ataukah beliau ajarkan kepada umatnya?”
(…. Sejenak syaikh ini terdiam. Ia sadar bahwa jika ia mengatakan “ya”, maka pertanyaan berikutnya ialah: Mana dalilnya? Namun ia juga tidak mungkin mengatakan tidak, sebab konsekuensinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih menyembunyikan sebagian ajaran Islam. Akhirnya dengan terpaksa ia menjawab )
Syaikh: “Iya… beliau ajarkan kepada umatnya…”
Dr. Said: “Bisakah Anda mendatangkan dalil atas hal ini?”
(Syaikh pun terdiam seribu bahasa… ia tahu bahwa tidak ada satu dalil pun yang bisa dijadikan pegangan dalam hal ini…)
Syaikh: “Maaf, tidak bisa…”
Dr. Said: “Kalau begitu ia bukan ibadah, tapi maksiat.”
Syaikh: “Oo tidak, ia bukan ibadah dan bukan juga maksiat, tapi bidáh hasanah.”
Dr. Said: “Bagaimana Anda bisa menyebutnya sebagai bid’ah hasanah, padahal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat??”
…………………………
Setelah berdialog cukup lama, akhirnya syaikh tadi mengakui bahwa sikap sahabatnyalah yang benar, dan bahwa maulid Nabi yang selama ini dirayakan memang tidak berdasar kepada dalil yang shahih sama sekali.
Ini merupakan sepenggal dialog yang menggambarkan apa yang ada di benak sebagian kaum muslimin terhadap sikap sebagian kalangan yang enggan merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dialog singkat di atas tentunya tidak mewakili sikap seluruh kaum muslimin terhadap mereka yang tidak mau ikut maulidan. Kami yakin bahwa di sana masih ada orang-orang yang berpikiran terbuka dan obyektif, yang siap diajak berdiskusi untuk mencapai kebenaran sesungguhnya tentang hal ini.
Namun demikian, ada juga kalangan yang bersikap sebaliknya. Menutup mata, telinga, dan fikiran mereka untuk mendengar argumentasi pihak lain. Karenanya kartu truf terakhir mereka ialah memvonis pihak lain sebagai ‘wahhabi’ yang selalu dicitrakan sebagai ’sekte Islam sempalan’, yang konon diisukan sebagai kelompok yang gampang membid’ahkan, mengkafirkan, mengingkari karomah para wali, dan sederet tuduhan lainnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar