Senin, 06 April 2009

GLOBAL WARMING ancaman yang tak disadari

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Global Warming ? Mungkin masih banyak yang belum paham mengenai hal ini. Pemanasan global (Global Warming) adalah suatu peristiwa dimana bumi yang kita pijak sekarang ini semakin panas dengan berkurangnya lapisan ozon. Sedangkan arti pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi (Wikipedia Indonesia).
Dengan adanya perubahan iklim, berubah pula pola hujan, pola tanaman, sirklus air dan sebagainya. Bila berbagai perubahan itu tidak disertai dengan kemampuan beradaptasi manusia dan makhluk hidup yang lain, maka dikhawatirkan akan menimbulkan efek lainya. Diantaranya seperti krisis pangan, krisis air bersih, merebaknya penyakit baru dan hilangnya flora fauna yang ciri-ciri yang saya sebut sudah dapat kita lihat di Negara kita ini.
Pernyataan tentang terjadinya pemanasan global yang diberikan oleh para pakar LSM CAN (Climate Action Network) yang didasarkan pada asumsi umum atmosfer Bumi dan lautan menjadi hangat dalam 50 tahun terakhir yang terjadi akibat kecenderungan (trend) naiknya suhu global yang merupakan hasil dari perhitungan njelimet dan perata-rataan suhu udara yang diukur di seluruh dunia.
Selain itu, menurut Laporan Pembangunan Manusia (HRD) 2007 mencatat jejak kaki (emisi CO2 yang dihasilkan dari gaya hidup) penduduk Inggris yang hanya 60 juta jauh lebih dalam di atmosfer dibandingkan dengan penduduk Mesir, Nigeria, Vietnam, Pakisatan yang seluruhnya berjumlah 472 orang. Menurut Prof. Andresen seorang pakar termodinamika, adalah tidak mungkin berbicara tentang suhu sendirian pada sesuatu yang rumit seperti iklim di Bumi. Suhu hanya bisa ditentukan pada sebuah sistem yang homogen. Lebih dari itu, iklim tidak dibentuk oleh suhu sendirian. Perbedaan suhu akan menyebabkan terjadinya sebuah proses dan menghasilkan badai, arus laut dan lain-lain yang membentuk iklim. Menurut beliau metode yang sekarang digunakan untuk menentukan suhu global dan kesimpulan yang diambil dari metode tersebut lebih bersifat politis daripada ilmiah.
Masih menurut Climate Action Network (CAN), dalam 50 tahun kedepan dampak global warming bisa dirasakan secara langsung, misalnya pada suhu panas membuat badan kita rentan akan sakit. Sedangkan dampak tidak langsung berakibat pada meningkatnya penyakit menular serta dampak jangka panjang yaitu perubahan tinggi air yang dapat menyebabkan persediaan air bersih berkurang bahkan akan tidak ada air bersih lagi. Dapat diambilkan contoh daerah yang air bersihnya sudah bisa dikatakan tidak bersih lagi alias kotor yaitu Surabaya, daerah ini kadar air bersihnya menurut pakar ahlinya dapat diukur dengan nilai K.
Untuk mengatasi hal tersebut PBB mengadakan Konferensi Tahunan Perubahan Iklim atau UNFCCC ( United Nations Framework Convention of Climate Change) yang diadakan di Bali pada tanggal 3-14 Desember 2007. Konferensi ini dihadiri lebih dari 10.000 perwakilan dari 190 negara beserta LSMnya. Salah satu solusi yang ditawarkan dalam UNFCCC adalah pemberian insentif untuk negara pemilik hutan melalui perdagangan karbon. Ini adalah bagian dari mekanisma penyelamatan bumi dari ancaman global. Kandungan karbon mesti tetap terjaga di perut bumi agar tak menguap ke angkasa yang dapat mendidihkan suhu alam semesta, melelehkan es di kutub.
Misi indonesia adalah meloloskan skema pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi (REDD). Apabila hal ini terwujud,maka indonesia bisa meraup pemasukan besar dari usaha menurunkan emisi. Hamparan hutan kita,meski banyak yang kritis akibat pembalakan liar, kebakaran dan konversi hutan, memiliki potensi besar dalam mengurangi emisi karbon dunia. Tetapi yang menjadi masalah sampai sekarang adalah belum jelasnya siapa yang berperan sebagai pembeli dan penjual. Selain itu akan dikemanakan uang hasil penjualan itu. Dan juga masih harus pula ditentukan, apakah pasar karbon menjadi satu–satunya alternatif atau apakah pembiayaannya dalam bentuk dana internasional. ( sumber : Tempo)
Sejauh ini masih terjadi pro dan kontra terhadap pemecahan masalah Global Warming tersebut. Pro dan kontra ini terjadi antara aktivis Organisasi anggota nonpemerintah yang tergabung dalam Climate Action Network (CAN) dan beberapa negara berkembang seperti Indonesia dan Brazil dengan beberapa negara yang tergolong dalam Negara Payung, yaitu Jepang, Amerika, Kanada. Pihak yang pro setuju terhadap perlunya sebuah aturan yang mengikat antara negara – negara dalam hal pengurangan emisi gas rumah kaca. Sedangkan yang kontra seperti negara jepang, amerika, dan kanada kurang setuju dengan adanya aturan yang mengikat itu.

Lemahnya penegakan peraturan mengenai perusakan lingkungan.
Ilegal logging, pembakaran hutan, asap pabrik – pabrik, efek gas rumah kaca dari negara maju, konversi hutan dan sebagainya juga menjadi penyebab adanya global warming. Dari banyaknya peristiwa kebakaran yang terjadi, Indonesia bisa dimungkinkan termasuk Negara yang menyebabkan terjadinya global warming. Mengutip berita kegiatan RISTEK(Riset dan Teknologi), tanggal 2, 7, dan 8 Oktober 2007 dapat disampaikan beberapa fakta yang menarik, dari hasil riset LSM Wetland International (WI) dan Delft Hydraulics pada November 2006 disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil emisi ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Cina dari posisi sebelumnya yaitu ke 21 (www.ristek.go.id).
Ilegal logging yang sering terjadi di Indonesia berdampak pada berkurangnya luas area hutan sehingga berkuranglah fungsi hutan sebagai paru-paru dunia. Aktor ilegal logging ini kebanyakan adalah pengusaha-pengusaha yang hanya mengambil untung dari melimpahnya katu di hutan-hutan indonesia. Contoh kasus misalnya seperti yang terjadi di Riau, saat Polisi Resor Pelalawan menyita puluhan truk dan ribuan batang kayu bulat milik PT Madukoro. Perusahaan ini adalah mitra pemasok kayu ke pabrik PT Riau Andalan Pulp & Paper. Para pekerja tersebut tidak mampu memberikan surat-surat kayu yang sah, ditambah dengan izin perusahaan yang menyalahi aturan.
Alhasil, gudang kayu seluas 20 Hectare milik PT Riau Andalan Pulp & Paper dipangkalan Kerinci, Pelalawan disegel sampai sekarang. Bahkan aparat kejaksaan setempat masih tetap meminta banding setelah 25 terdakwa mereka pekerja PT Madukoro dibebaskan oleh Peradilan Tinggi Riau awal November lalu. Di Riau sendiri, sebagian pengusahaan hutan (HPH) ternyata memiliki lahan konsesi di atas lahan lindung gambut dengan kedalaman 4-12 meter. Padahal sudah ada aturan hukum yang melarang lahan gambut di atas kedalaman 3 meter dikonversi. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa peraturan yang ada hanya menjadi macan kertas karena tidak ditugakkan. ( sumber : Tempo)
Di indonesia sendiri sudah memuat aturan yang mengatasi masalah perusakan lingkungan. Namun pada kenyataannya, masih banyak pelaku-pelaku yang tidak bertanggung jawab masih bisa lolos dari jeratan hukum. Pertanyaan kemudian muncul Apakah hukum yang telah dibuat terlalu lemah? Atau lembeknya pemerintah dalam menangani para pelaku tersebut? Padahal pemerintah sendiri tahu apa akibat dari perbutan yang dilakukan oleh para pelaku tersebut. Sehingga kesan yang terlihat pemerintah negeri ini menutup mata atas kejadian tersebut.
Yang menjadi akan pertanyaan saat ini, setelah melihat semua yang ada disekeliling kita ini apakah pemerintah masih diam saja dan bingung dengan peraturan-peraturan apa lagi yang akan dibuat? Serta apa tindakan pemerintah untuk mencegah atau menimalisasikan dampak dari global warming dalam bentuk nyata bukan bentuk peraturan?
Sebagai generasi muda, kita dituntut untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup terutama lingkungan disekitar kita. Dari KTT yang diadakan di Bali tanggal 3-14 Desember 2007 ini, kita berharap terwujudkan penagulangan yang optimal terhadap ancaman global warming dan perubahan iklim. Tidak hanya penanggulangan secara teknologi tapi juga peraturan mengenai perusakan lingkingan yang harus ditegakkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar